Ketika
seseorang mulai menyadari eksistensi dirinya, maka timbullah tanda tanya dalam
hatinya sendiri tentang banyak hal, di dalam lubuk hati yang terdalam, memancar
kecenderungan untuk ingin tahu berbagai rahasia yang masih merupakan misteri
yang terselubung. Pertanyaan-pertanyaan itu antara lain, dari mana saya ini,
mengapa saya tiba-tiba ada, hendak kemana saya.
Dari arus
pertanyaan yang mengalir dalam bisikan lubuk yang terdalam, terdapat suatu
cetusan yang mempertanyakan tentang Penguasa tertinggi alam raya ini yang harus
dijawab. Ketika pandangan diarahkan ke lazuardi biru, maka hatipun bergetar,
siapa yang menata langit dan membangunnya sedemikian kekar dan indah.
Ketika malam
kelam, langit dihiasi dengan cahaya bintang, mengalirlah perasaan romantis
mengagumkan. Tetapi di balik kekaguman akan romantika itu, hati mencoba
menelusuri siapa Dia yang menempatkan letak-letak bintang yang begitu permai,
serasi dan memukau.
Tatkala
seseorang beranjak lebih dewasa dan mengenyam lebih banyak pengalaman, maka
kecenderungan untuk ingin tahu itu lebih keras lagi. Nampak kian banyak misteri
yang terselubung di balik kehidupan ini. Banyak keinginan tidak selamanya
terpenuhi. Sebaliknya banyak kejadian yang mendadak tak diduga sebelumnya, maka
siapakah penguasa di balik iradah dan kemampuan insan yang terbatas ini.
Pada tahap ini,
bukan saja naluri yang bergolak tetapi otak dan logika mulai main untuk
membentuk pengertian dan mengambil
kesimpulan tentang adanya Tuhan.
Demikianlah fitrah manusia bergolak mencari dan merindukan Tuhan, mulai dari
bentuk yang dangkal dan bersahaja berupa perasaan sampai ke tingkat yang lebih
tinggi berupa penggunaan akal.
Boleh jadi
fitrah ini sekali-kali tertutup kabut kegelapan sehingga nampak manusia tidak
mau tahu siapa penciptanya, namun kekuatan fitrah ini tidak dapat dihapuskan
samasekali. Dia sewaktu-waktu muncul kepermukaan lautan kesadaran
memanifestasikan kecenderungannya merindukan Tuhannya yang begitu lembut.
Pengertian dan
pemahaman manusia tentang Tuhan akan memberikan corak kepada perilaku dalam
hidup beragama dan berbangsa. Kedangkalan dan kekeliruan dalam memahami konsep
ketuhanan akan membawa akibat pula kepada kehidupan beragama dan bernegara.
Oleh karena itu, diperlukan suatu pengertian yang lebih mendasar, agar dapat
dibedakan secara filosofis.
Dalam ajaran
Islam, pemahaman tentang Tuhan ini berawal dari pernyataan umat Islam tentang
dua kalimah syahadat, yang pernah diungkap ketika seseorang menyatakan dirinya
Islam. Karena itu, setiap umat Islam sangat perlu memahami dua kalimah
syahadat secara filosofis, karena semua
persoalan aktivitas kehidupan umat Islam tidak dapat dilepaskan dari dua
kalimah Syahadat ini..
A. Makna Dua
Kalimah Syahadat
Dua kalimah
syahadat merupakan pernyataan dasar seseorang untuk masuk ke dalam Islam. Dalam
ajaran Islam, pernyataan ini diucapkan ketika seseorang sudah sampai masa baliq
(kedewasaan) dengan tanda, bagi laki-laki apabila telah mengalami mimpi
mengeluarkan sperma (mani) dari kemaluannya, sedangkan bagi wanita apabila
telah mengalami haid (cairan darah) dari kemaluannya. Menurut medis kedewasaan
seseorang secara biologis diperkirakan, bagi laki-laki pada umur +
antara 12 – 15 tahun dan bagi wanita + antara 9 – 13 tahun apabila dalam
pertumbuhan biologis yang sehat.
Ketika seseorang telah mengalami kedewasaan sebagaimana diungkap di atas,
maka peran orang tua untuk mengajarkan dua kalimah syhadat tersebut, sebagai
suatu pernyataan untuk menyatakan bahwa seseorang telah berada (masuk) dalam
Islam. Ini bukan berarti bahwa sebelum seseorang itu dewasa tidak diajarkan dua
kalimah syahadat tersebut, jika seseorang berasal dari keluarga Islam. Dua
kalimah syahadat ini perlu dipahami oleh siapapun yang telah masuk dalam
Islam, karena kalimah syahadat ini merupakan
titik tolak awal dalam memahami Allah.
Dalam memahami dua kalimah syahadat ini, tidak cukup hanya mengetahui arti
dari kalimah tersebut tanpa menganalisanya lebih lanjut, ada beberapa
pertanyaan yang perlu dikemukakan untuk memperjelas dasar keyakinan seseorang.
Pertama, mengapa kata illah dinyatakan di dalam kalimah syahadat
tersebut? Kedua, mengapa kalimah syahadat itu tidak langsung saja menyatakan
kata Allah? Ketiga Mengapa hanaya nama Rasul Muhammmad Saw saja yang dinyatakan
dalam kalimah syahadat?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut perlu diuraikan terlebih
dahulu tentang pengertian illah dalam dua kalimah syahadat ini, yang
sering kata illah diterjemahakan dalam bahasa Indonesia diartikan dengan
kata Tuhan.
1. Pengertian Tentang Tuhan
Dalam bahasa Inggris kata Tuhan disebut God, antara lain diartikan dengan the
creator and ruller of the univers (pencipta dan penguasa alam semesta) atau
any being regarded as or worshipped as happing power over nature and control
over human affairs (sesuatu yang dipuja atau di sembah karena melebihi
kekuatan alam dan menguasai aktivitas manusia) Dalam bahasa Arab, kata Tuhan
dinyatakan dengan kata rabbun yang artinya pembimbing atau ilaahun
yang artinya gerakan atau dorongan. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata
Tuhan diartikan sesuatu yang diyakini dipuja disembah oleh manusia sebagai
yang Maha Kuasa, Maha Perkasa.
Kata Tuhan
merupakan bahasa yang digunakan oleh
bangsa Indonesia untuk mengungkapkan
sesuatu yang diyakini dipuja dan
disembah oleh manusia
sebagai Yang Maha Kuasa, Maha Perkasa. Asal usul kata Tuhan ini, hingga
saat ini belum dapat diketahui dengan pasti,
dari mana kata tersebut berasal. Namun setiap bangsa Indonesia sudah
dapat memahami apa yang dimaksud kata Tuhan tersebut.
Menurut Ibnu
Taimiyah memberikan pengertian Tuhan (Al Ilah) ialah “yang dipuja dengan penuh
kecintaan hati; tunduk kepadanya, merendahkan
diri dihadapannya, takun dan mengharapkannya, kepadanya tempat berpasrah
kita berada dalam kesulitan, berdo’a dan bertawakal kepadanya untuk kemaslahatan
diri, meminta perlindungan dari padanya, menimbulkan ketenangan di saat
mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya”
Berdasarkan
pengertian di atas dapat dipahami bahwa Tuhan itu dapat berbentuk apa saja,
yang dipentingkan oleh manusia. Ini berarti bahwa sesuatu yang diyakini
oleh manusia apapun bentuknya, jika menjadi suatu yang dipentingkan, maka telah
menjadikan sesuatu itu Tuhan. Oleh
karena itu, jika diambil suatu kesimpulan, maka tidak ada manusia di atas dunia
ini yang tidak mempunyai Tuhan. Namun persepsi setiap manusia memungkin kan
terjadinya tanggapan dan pandangan tentang Tuhan yang berbeda-beda sesuai
dengan tahap pemikirannya.
2. Prosees
Pemahaman Tentang Tuhan
Dalam
literature sejarah agama, dikenal teori evolusionisme, yang berarti suatu teori
yang menyatakan adanya sebuah proses dari suatu keyakinan yang amat sederhana
hingga meningkat menjadi lebih sempurna. Menurut teori Evolusionisme dalam
proses perkembangan pemikiran tentang Tuhan ini adalah sebagai berikut:
1. Dinamisme
Kata dinamisme
berasal dari kata dinamo, yang berarti bergerak atau bangkit. Menurut paham
ini, manusia sejak zaman primitif, telah mengakui adanya suatu kekuatan yang
berpengaruh dalam kehidupan manusia. Mula-mula sesuatu yang berpengaruh
tersebut ditujukan pada benda. Setiap benda itu mempunyai pengaruh pada
manusia, ada yang berpengaruh positif dan apa pula berpengaruh negatif.
Kekuatan yang ada pada benda-benda itu disebut dengan nama yang berbeda -beda pada setiap tempat, seperti mana dari yang lainnya, dianggap
mempunyai Mana yang hebat. Contohnya, pohon-pohon yang besarnya
melebihi pohon yang besar lainnya, maka pohon itu mempunyai Mana yang
hebat pula. Orang yang usia, kekuatan dan keberaniannya luar biasa juga
dianggap mempunyai Mana
yang luar biasa. Benda-benda yang mempunyai Mana
yang lebih dan yang lainnya disebut fetesy atau jimat (melanesia), Tuah
(melayu), Syakti (India) dan Kami
dalam bahasa Jepang..
Mana adalah kekuatan yang tidak
dapat dilihat atau diindera dengan pancaindera dan oleh karenanya dianggap
sebagai sesuatu yang misterius. Meskipun Mana itu tidak dapat
diindera, tetapi ia dapat dirasakan
pengaruhnya. Sesuatu yang mempunyai kekuatan dari yang lainnya, dianggap
mempunyai Mana yang hebat. Contohnya, pohon-pohon yang besarnya
melebihi pohon yang besar lainnya, maka pohon itu mempunyai Mana yang
hebat pula. Orang yang usia, kekuatan dan keberaniannya luar biasa juga
dianggap mempunyai Mana
yang luar biasa. Benda-benda yang mempunyai Mana
yang lebih dan yang lainnya disebut fetesy atau jimat.
Untuk
memperoleh ketenangan hidup dan agar terhindar dari gangguan Mana
yang lain yang membahayakan, manusia harus .berusaha mengumpulkan Mana sebanyak-banyaknya.
Orng yang memliki Mana yang lebih dari orang lain, biasanya dijadikan
tokoh, Dukun-dukun, tukang sihir dan sejenis dengannya, akan menjadi sanjungan
dalam masyarakat rimitif. Dia akan dikunjungi
oleh
orang-orang untuk berobat, meminta advis dan minta benda-benda tertentu sebagai
jimat.
2. Animisme
Animisme
berasal dari kata yang berarti jiwa dan roh. Di samping kepercayaan dinamisme,
masyarakat primitif juga mempercayai adanya peran roh dalam hidupnya. Setiap
benda yang dianggap benda baik, apakah benda itu mati atau hidup, mempunyai roh
(roh dalam uraian ini tidak sama dengan pengertian roh dalam Islam). Oleh
masyarakat primitif, roh dipercayai sebagai sesuatu yang akatif sekalipun
bendanya hidup, mempunyai rasa senang dan rasa tidk senang serta mempunyai
kebutuhan-kebutuhan. Roh itu akan senang apabila keutuhannya dipenuhi. Menurut
kepercayaan nya ini, agar manusia tidak terkena efek negatif dari roh-roh
tersebut haruslah diusahakan untuk memenuhi atau menyediakan
kebutuhan-kebutuhannya. Saji-sajian yang sesuai dengan advis dukun adalah salah
satu usaha untuk memenuhi kebutuhan roh itu.
Benda-benda
yang ditakuti rohnya ialah benda yang
dianggap mempunyai kekuatan atau Mana yang hebat. Jika menurut
nasehat dukun, suatu roh harus mendapatkan perlakuan tertentu, kemudian
seseorang tidak melaksanakannya, maka ia akan dihantui oleh perasaan was-was
dan takut. Jika menurut dukun, roh A pada hari Jumat Kliwon, misalnya
memerlukan sajian nasi kuning, maka seseorang tidak dapat membantah kecuali
menurutinya. Jika dukun menasehati cukup dengan air putih, maka cukuplah dengan
air putih saja.
Pada masyarakat primitif, roh nenek moyang, benda-benda, binatang-binatang
dan pohon-pohon yang dipandang mempunyai roh, akan disanjung, dihormati dan
disembah agar dapat menolong dan membantunya. Ikatan manusia dengan hal-hal tersebut
di atas baik lahir maupun batinnya amat kuat. Itulah sebabnya pada masayarakat
ini terjadi penyembahan-penyembahan terhadap patung, pohon besar, binatang
tertentu, laut apai dan lain-lain.
3. Politteisme
Kepercayaan
yang disebut dinamisme yang sebenarnya bersamaan dengan kepercayaan animisme,
lama-lama dinyatakan tidak memberi kepuasan, mengingat terlalu banyaknya yang
menjadi sanjungan dan pujaan mereka. Roh yang lebih dari yang lain itu kemudian
disebut dewa. Dewa itu mempunyai tugas dan kekuasaan tertentu sesuai dengan
bidangnya. Ada dewa yang bertanggung jawab terhadap cahaya, ada yang membidangi
masalah air, ada yang membidangi angin dan lain sebagainya. Nama atau sebutan
dewa-dewa tersebut berbeda-beda pada masing-masing bangsa. Dewa cahaya, di
Babilonia disebut Syam, di Mesir disebut Ra dan di dalam agama Weda disebut
dewa Indra, sementara di Jerman disebut Thor atau Donnar.
Dalam kepercayaan semula antara satu dewa dengan dewa yang lain mempunyai
kedudukan yang sama atau sederajat. Lambat laun, dianggap hanya ada satu dewa
yang mempunyai kelebihan dari dewa yang lain, meskipun dewa-dewa yang ada
dibawahnya tetap mempunyai pengaruh. Pada agama weda misalnya, ada tiga, dewa Indra, dewa Mitra dan dewa Worouna yang
masing-masing membidangi alam, cahaya dan ketertiban alam. Ketiga dewa tersebut
membawahi dewa lainnya seperti Ani (api), Soma ( minuman), Pertiwi (bumi) dan
lain sebagainya. Kepercayaan terhadap tiga dewa senior tersebut dikenal dengan
istilah trimurti (tiga sembahan).
Sedangkan dalam agama Hindu trimurti adalah Brhama, Syiwa, dan Wisnu. Di
samping trimurti, dikenal pula adanya konsep tritunggal (trinitas) pada agama
kristen yang diartikan Tuhan itu ialah Allah
Bapak, Yesus dan Roh Kudus. Ketiga Tuhan itu adalah satu jua adanya.
4. Henoteisme
Perkembangan dari politeisme tidak memberikan kepuasan terutama terhadap
kaum cendikiawan dari satu masyarakat. Oleh karena itu, dari dewa-dewa yang
diakui, diadakan seleksi karena tidak mungkin mempunyai kekuatan yang sama.
Mesti ada satu yang melebihi yang lainnya. Di dalam agama Yunani kuno misalnya,
dewa Zeus sudah tentu lebih dimuliakan dari dewa-dewa dibahwanya. Dalam proses
waktu, kepercayaan manusia meningkat menjadi lebih defenitif (tertentu). Satu
bangsa hanya mengakui ada satu dewa yang disebut dengan Tuhan, namun masih
mengakui Tuhan (ilah) dari bangsa lain.
Bangsa Yahudi yang ada di Mesi, meskipun telah mengakui Elohim sebagai
Tuhannya, namun masih mengakui Ra sebagai Dewa bangsa Mesir. Kepercayaan
semacam ini yaitu satu Tuhan untuk satu Bangsa disebut dengan henoteisme (Tuhan
tingkat Nasional).
5. Monoteisme
Mernurut teori evolusi perkembangan terakhir dari proses pemahaman
ketuhanan ini adalah monoteisme. Kata mono dalam bahasa Yunani diartikan satu,
dan teisme dalam bahasaYunani disebut Theus diartikan Tuhan. Jadi monoteisme dapat diberi
pengertian “keyakinan terhadap Tuhan
yang Maha Esa”. Ada bermacam-macam bentuk keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa sebagai berikut :
-
Monoteisme Praktis adalah suatu keyakinan yang
tidak mengingkari dewa-dewa lain, tapi hanya satu Tuhan saja yang diarah dan
dipuja.
-
Monoteisme Spekulatif adalah suastu keyakinan yang
terbentuk karena bermacam-macam gambaran Dewa-dewa lebur menjadi satu gambaran,
yang akhirnya dianggap sebagai satu-satunya Dewa.
-
Monoteisme Teoritis adalah suatu keyakinan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, tapi dalam prakteknya lebih dari satu Tuhan
-
Monoteisme Murni adalah suatu keyakinan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa baik dalam jumlah, sifat dan perbuatan. Tuhan memiliki
sifat satu-satunya, tidak ada duanya. Tiap sifat yang ditemukan pada alam,
bukan sifat Tuhan. Tiap bentuk dan rupa yang ditemukandalam alam (termasuk
dalam alamimajinasi pikiran manusia), bukan bentuk dan rupa Tuhan
Monoteisme murni jika di-Indonesiakan dapat disebut dengan Keesaan Tuhan.
Islam mengistilahakannya dengan Tauhid (mengesakan). Tuhan Yang Maha Esa itu
tidak mungkin ditemukan oleh pikiran manusia, hanya mungkin dihayati dengan
hati. Satu-satunya yang menganut monoteisme murni diantara filsafat dan
agama-agama di dunia sekarang, hanyalah Islam. Islam menyakini Monoteisme murni
bukan produk pikiran atau hasil perkembangan pikiran, tapi adalah wahyu yang
diturunkan oleh Tuhan yang Maha Esa sendiri melalui Utusan-Nya. Dengan demikian
ujud keyakinan seperti ini sangant berlawanan dengan teori ilmu.
3. Tuhan dalam Al Quran
Menurut Fazlur Rahman dalam bukunya Tema-tema Pokok Alquran menyatakan
bahwa Alquran adalah sebuah dokumen untuk ummat manusia. Bahkan kitab ini sendiri menamakan dirinya “petunjuk
bagi manusia” (huddal lin-nas) dalam surat 2: 185 dan berbagai julukan
lain yang senanda di dalam ayat-ayat yang lain. Perkataan “Allah” adalah nama
Tuhan yang sesungguhnya, lebih dari 2500 kali disebutkan di dalam Alquran
(Tidak terhitung dengan kata ar-Rabb, ar-Rahman).
Dalam bahasa Alquran kata Tuhan
disebut “ilah”, kata “ilah” diungkap dalam Alquran sebanyak 113
kali dalam bentuk tunggal (ilaahun), dalm bentuk ganda (munthanna,
ilaahaini) dan dalam bentuk banyak atau jamak (aalihatun). dengan
rincian:
-
80 kali disebut“ilaha, ilahin, ilahun” dalam surat 2:133,163,255. 3:2,6,18,18. 4:87. 6: 102,106. 7:158. 9:31,129. 10:90. 11:14. 13:30.
16:2. 20:8, 14, 98. 21:25 ,87.
23:116. 27:26. 28:70,88. 35:3 37:35. 39:6. 40:3,62. 59:22,23. 64:13. 73:9.
3:62. 5:73. 7:59,65,73,85. 11:50 ,61,84.
23:23,32, 91,91. 28:38,38. 38:65. 40:37. 114:3. 2:163. 4:171. 5:73. 6:19,46.
14:52. 16: 22,51. 18:110. 20:88. 21:29 ,
108 22:34 . 27:60,61
,62,63, 64. 28:71,72. 41:6. 43:84,84, 52:43.
- 2 kali dinyatakan “ilahahu, dalam surat
25:43. 45:23
-
2 kali
disebut “ilahaka,ilahika”dalam surat
2:133. 20:97
-
10 kali diungkap “ilahakum, ilahukum” dalam
surat
37:4. 2:163. 16:22. 18:110. 20:88,98. 21:108. 22:43 29:46. 41:
- 16 kali disebut “ilahan” dalam
surat 2:133. 7:138, 140. 9:31. 15:96. 17:22 ,39. 18:14. 23:117. 25:68.
26:29,213. 28:88. 38:5. 50:26. 51:51.
-
2 kali disebut “ilahiyin” dalam surat 5:116. 16:51
-
1
kali disebut “ilahuna” dalam surat 29: 46
Ungkap
ayat-ayat Alquran di atas, memberikan pengertian bahwa kata “Tuhan” atau “ilah”
mempunyai arti yang beraneka-ragam. Ada yang bersifat fisik (Raja,
penguasa, dan yang
lain-lain yang dipatuhi dan dipuja) dan ada yang bersifat abstrak
(hawa nafsu, kepentingan pribadi yang dipatuhi dan dipuja).
Suatu yang
dilema bagi bahasa Indonesia untuk menyatakan suatu keyakinannya menyebut nama
Tuhan, karena tidak ada kata lain yang tepat untuk meyatakan keyakinan kepada
Sang Pencipta, namun konotasi yang
dimaksudkan sudah dapat dipahami bahwa
arti kata Tuhan itu adalah sebagaimana yang diungkap dalam kamus Bahasa
Indonesia adalah sesuatu yang diyakini dipuji disembah oleh manusia sebagai
Yang Maha Kuasa, Maha Perkasa. Sementara Bahasa Alquran sangat membedakan
kata ilah dengan kata Allah. Karena itu
kata ilah ini diungkap dalam Alquran untuk menunjuk kan sesuatu keyakinan yang salah, yang berlawan
dengan suatu keyakinan yang benar, Sebagaimana diungkap perbedaan tersebut
dalam surat 45:23. Yang diterjemahkan sebagai berikut :
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya
(keinginan-keinginan) sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat
berdasarkan Ilmu-Nya”…………
dan dalam surat 25:43, diungkap
dengan nada yang sama
“Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya
sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?
Alquran
membedakan keyakinan manusia menggunakan kata
ilah, karena konotasi kata ilah membawa suatu keyakinan
yang salah, sedangkan keyakianan dengan menggunakan kata Allah, adalah suatu
keyakinan yang benar karena Allah
memberikan namaNya sendiri adalah Allah. Hal ini dinyatakan antara lain dalam
surat 3:62. 38:65. 47:19. diterjemahkan sebagai berikut :
“Sesungguhnya
ini adalah kisah yang benar, dan tak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain
Allah; dan sesungguhnya Allah, Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana”
“Katakanlah (ya Muhammad): Sesungguhnya aku
hanya seorang pemberi peringatan, dan sekali-kalitidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) selain Allah Yang Maha Esa dan Maha mengalakan”.
“Maka Ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada
Tuhan (Yang Hak) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi
(dosa) orang-orang Mu’min, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat
kamu berusaha dan tempat tinggalmu”.
Alquran
memberitahukan pula bahwa ajaran tentang Allah
diberikan juga kepada para Rasul sebelum Muhammad, dinyatakan dalam
surat 11:84. 5:72 dan Allah menyatakan diriNya sendiri itu adalah Esa,
dikemukan dalam surat 29:46. 20:98. 38:4, dan Allah menyatakan diriNya tidak
dapat dilihat dengan mata diungkap dalam surat 6:103.
Alquran
menyatakan nama Allah dengan kata ilahu wahid, dan ilahukum ilahu
wahid, ilahan wahidan (Tuhan Yang Satu, Tuhan kamu Tuhan Yang Satu, Tuhan
Yang Satu)
- Kata ilahu wahid dalam surat
2:163. 4:171. 5:73. 6:19. 14:52. 16:22,51. 18:110. 21:108. 22: 34. 41:6.
- Kata ilahukum ilahu wahid dalam surat
37:4. 2:163. 16:22. 18:110. 21:108. 22:43. 29:46. 41:6
- Kata ilahan wahidan dalam surat 2:133. 9:31. 38:5.
Permasalahan
muncul dalam kehidupan beragama adalah dalam memberi pengertian nama Allah diartikan sama dengan kata Tuhan
dalam bahasa Indonesia, sementara kata ilah diartikan juga dengan kata Tuhan
dalam bahasa Indonesia atau bahasa lain. Disinilah letak kekuatiran umat
Islam selama ini dalam menggunakan kata
Tuhan untuk nama Allah. Karena konotasi kata Tuhan sebagaimana telah diungkap
di atas, dalam pengertian Alquran mempunyai arti yang beraneka-ragam.
Dengan
mengemukan alasan-alasan tersebut diatas, maka menurut informasi Alquran bahwa
sebutan yang benar bagi Tuhan yang sesungguhnya adalah sebutan ALLAH, dan
kemahaesaan Allah tidak melalui suatu teori evolusi melainkan wahyu yang dating
dari Allah sendiri. Ini berarti jika wahyu Allah itu diturunkan sejak Rasul
Adam, maka konsep tauhid itu telah ada sejak datangnya Rasul Adam di muka bumi
ini. Esa menurut Alquran adalah esa yang benar benar esa, yang tidak berasal
dari bagian-bagian dan tidak pula dapat dibagi menjadi bagian-bagian.
Keesaan Allah
adalah mutlak. Ia tidak dapat didampingi atau disejajarkan dengan yang lain.
Sebagai umat Islam, yang mengikrarkan kalimat syahadat La ilaaha illa Allah harus
menempatkan Allah sebagai prioritas utama dalam setiap gerak dan tindakan dan
ucapannya.
Konsep kalimat
La ilaaha illah Allah yang bersumber dari Alquran memang pentunjuk bahwa
manusia mempunyai kecenderungan untuk mencari Tuhan yang lain selain Allah dan
hal ini dapat kelihatan dalam sikap dan praktek menjalani kehidupan, maka perlu
dipertegas dengan suatu pemahaman terhadap dua kalimah syahadat itu sendiri.
4 . Makna Kalimah Syahadat dalam Realitas
Kehidupan
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia kata ‘makna’ dinyatakan dengan kata
maksud atau arti. Dalam pembahasan ini yang dimaksud dengan kata makna adalah
arti dari suatu pemahaman dengan sudut pandang Islam dan pendekatan filosofis
dari kalimat syahadat yang dikaitkan dengan realitas kehidupan manusia.
Kalimat Syahadat di atas, untuk mendapatkan asuatu makna diperlukan suatu
analisa, agar dapat dipahami dengan jelas makna yang tepat. Dari kalimat
syahadat tersebut ada dua hal yang sangat perlu dipertanyakan, mengapa kata
(ILLAH) termasuk dalam kalimah syahadat dan mengapa hanya nama nabi Muhammad
SAW saja yang termasuk dalam kalimat tesebut.
Jika kalimat syahadat diterjemahkan maka artinya sebagai berikut “aku
bersaksi/menyatakan tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammmad adalah utusan Allah”. Terjemahan tersebut sangat popular didengar,
namun jika dipahami secara mendasar maka kalimat tersebut merupakan kalimat penolakan dan sekaligus kalimat penerimaan, dengan pengertian
bahwa kita menolak sesuatu yang tidak kita inginkan dan kita menerima sesuatu
yang kita inginkan. Persoalannya sedikit rumit karena kita berbicara masuk
dalam wilayah keyakinan.
Kata (LA) dalam kalimat syahadat, jika dianalisa dalam bahasa Arab disebut
LA NAHIYAH DAN LA NAFIYAH, artinya “jangan sekali-kali” dan “tidak ada sama
sekali” kedua pengertian ini dapat digunakan dalam memahami ungkapan dua
kalimah syahadat tersebut. Kata (ILAH) dalam kalimat syahadat diartikan sebagai
Tuhan, didalam bahasa Al Qur’an maupun bahasa Arab pengertian (ILAH) diartikan
“sesuatu yang diyakini selain Allah”.
Namun dalam bahasa Indonesia kata Tuhan, jika dianalisa secara semantic
mempunyai arti yang berabeka ragam, tidak semua manusia mempunyai persepsi yang
sama. Disinilah letak persoalannya mengapa setiap manusia mempunyai pandangan yang
berbeda-beda.
Dari analisa pengertian diatas dari sudut pandang lkeyakinan Islam, mka
kalimat (LA ILAHA ILA ALLAH) dapat
diarti sebagai berikut”jangan sekalikali mengakui ada Tuhan kecuali Allah” dan
atau “tidak ada sama sekali mengakui Tuhan kecuali Allah”. Jika pengertian yang
dimaksud demikian, maka sebagai seorang muslim yang telah menyatakan ungkapan
tersebut, berarti tidak ada lagi di dalam dirinya untuk mengakui sesuatu
kekuatan kecuali Allah. Namun dalam realitas kehidupan sebagai seorang muslim,
pengakuan seperti diungkap tersebut belum menjadi sebuah komitmen, baru hanya
dibibir. Penomena ini dapat dilihat dalam keseharian kita.
Jika dipahami dari pendekatan filosofis, ketika seseorang telah menyatakan
kalimat (LA ILLA ILA ALLAH) ini
berarti pengakuan seseorang muslim
terhadap dirinya bahwa tidak ada lagi Tuhan di dalam dirinya, yang ada hanya ALLAH,
namun bukan berarti bahwa di luar dirinya, Tuhan tidak ada atau hilang. Dengan
pengertian lain, jika kita mengatakan bahwa tidak ada sesuatu di dalam diri
kita, bukan berarti sesuatu itu tidak ada di luar diri kita. Inilah yang
dimaksudkan kalimat (LA ILAHA ILA ALLAH), dalam pemahaman sesorang muslim.
Suatu pertanyaan untuk memperjelas analisa dalam memahami Kalimat Syahadat
tersebut adalah mengapa kata ILLA ini termasuk dalam kalimat Syahadat?
Pertanyaan mengapa dalam pendekatan keilmuan memerlukan jawaban yang
menggunakan landasan dan argumentasi yang jelas. Landasan pertama adalah Al
Qur’an dalam surat 109: 1-6 dan 2: 256, serta 10: 99 yang diterjemahkan dalam
bahasa Indonesia sebagai berikut:
“Katakanlah!: Hai
orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kalian sembah, dan kalian
tidak pula akan menyembah apa yang aku sembah, aku bukan penyembah apa yang
kalian sembah, kalian bukan pula penyembah apa yang aku sembah, untuk kalian
agama kalian dan untukku agamaku pula”
“Tidak ada paksaan dalam
menganut agama, sebab jelas jalan yang benar dari jalan yang salah, Barang
siapa yang ingkar kepada thaqut, hanya yang beriman kepada Allah, berate ia
berpegang kepada tali yang berbuhul kuat yang tidak mungkin putus. Allah maha
mendengar dan Mengetahui”
“ Dan kalaulah Tuhanmu
menghendaki, tentulah akan beriman semua orang yang ada dimuka bumi ini
seluruhnya, Apakah kamu hendak memaksa orang supaya mereka beriman semuanya”
Landasan kedua Hadist Rasullah SAW yang diterjemahkan sebagai berikut :
“ Setiap anak yang
dilahirkan membawa fitrahnya, apakah bapaknya Yahudi ataukah nasrani ataukah
majuzi” (hadist diriwayatkan oleh Buchari dan Muslim).
Dari landasan di atas, ada dua hal yang paling dasar yang perlu dipahami :
- Allah
memberitahukan kepada manusia bahwa ada Tuhan lain selain Allah yang akan
dipahami oleh manusia
- Allah
memberikan kebebasan kepada manusia untuk memilih yang terbaik buat
manusia
Dalam realitas kehidupan bahwa keanekaragaman yang ada bukan diciptakan
oleh manusia justru Allah yang menghendaki. Kenyataan ini tidak dapat diingkari
oleh manusia apapun bentuknya, oleh karena itu perbedaan, kebebasan atau
kemerdekaan adalah hak yang diberikan oleh Allah kepada setiap manusia.
Perbedaan, kebebasan atau kemerdekaan dalam segala hal kehidupan yang
diberikan Allah kepada manusia, merupakan sisi mata uang yang tidak dapat
dipisahkan satu sama lain, namun Allah menghendaki perbedaan, kebebasan atau
kemerdekaaan yang memiliki nilai-nilai kemanusia. Dalam arti bahwa perbedaaan,
kebebasan atau kemerdekaaan yang mengindahkan aturan tata karma yang telah
disepakati dalam kehidupan manusia walaupun tidak tertulis.
Perbedaan tersebut bukan perbedaan dalam arti fisik, karena perbedaaan
dalam bentuk ini merupakan kodrat yang memang sudah berbeda. Perbedaan dalam
bentuk ini semua manusia telah sepakat mengakui, namun perbedaaan dalam
psikologis belum tentu dapat diakui oleh semua manusia, seperti perbedaaan
pandangan, pendapat dan berpikir serta perbedaan dalam memilih agama. Al Qur’an
mengajarkan kepada manusia untuk memberikan penyadaran bahwa perbedaan itu
harus diakui adanya, dan bukan diartikan suatu permusuhan.